Saya belum akan membahas topik femtocell ini disini, tapi mungkin ada yang punya pandangan tentang arah perkebangan implementasi femtocell di Indoensia? Silakan memberi komentar sementara saya menyiapkan tulisan tentang femtocell :-)
Tuesday, April 20, 2010
Femtocell
Topik femtocell, mungkin topik hot yang belum pernah dibahas disini. Kenapa? Ketika mempelajari tentang femtocell terutama konsep dasarnya, saya pikir femtocell ini tidak akan "jalan" di Indonesia.
Saturday, April 03, 2010
Evolved Packet Core (EPC)
Anda mungkin sudah tahu teknologi LTE (Long Term Evolution) yaitu teknologi terkini yang dipersiapkan untuk jaringan akses radio telekomunikasi bergerak yang merupakan jalur evolusi untuk 2G GMS dan 3G UMTS.
LTE dikembangkan agar dapat memenuhi standar 4G dengan kecepatan akses yang lebih tinggi dari HSDPA, HSPA+. Perubahan teknologi akses radio ini juga diikuti dengan core network dari provider telekomunikasi bergerak.
EPC adalah core network untuk mendukung teknologi LTE dengan konsep arsitektur All-IP, artinya jaringan tersebut menggunakan protokol IP yang berbasis packet dan tidak lagi menggunakan TDM/ATM. EPC dibuat dan distrandarisasi oleh 3GPP pada Release 8 dan terus dikembangkan hingga saat ini (Release 10). Studi pembuatan packet core network baru untuk LTE ini disebut System Architecture Evolution (SAE) dengan fokus sebagai berikut:
Berbeda dengan core network pada generasi sebelumnya yaitu 2G dan 3G, pada EPC tidak dikenal pembagian CS (circuit switched) domain dan PS (packet switched) domain. Pada EPC hanya digunakan protokol berbasis paket (IP) dari perangkat pengguna ke eNodeB, sebutan base station pada LTE, lalu ke EPC dan ke service domain atau application domain dalam hal ini biasanya adalah IMS (IP Multimedia Subsystem).
Penggunakan IP ini sesuai dengan perkembangan konvergensi teknologi telekomunikasi atau arsitektur next generation network (NGN) yang telah dirumuskan oleh organisasi-organisasi telekomunikasi dunia, seperti ETSI/TISPAN, 3GPP, 3GPP2, ITU.
Berikut gambar EPC yang meperlihatkan konektifitas dengan akses radio 2G, 3G, Internet, PSTN dan PLMN.
Elemen dari EPC terdiri dari:
LTE dikembangkan agar dapat memenuhi standar 4G dengan kecepatan akses yang lebih tinggi dari HSDPA, HSPA+. Perubahan teknologi akses radio ini juga diikuti dengan core network dari provider telekomunikasi bergerak.
EPC adalah core network untuk mendukung teknologi LTE dengan konsep arsitektur All-IP, artinya jaringan tersebut menggunakan protokol IP yang berbasis packet dan tidak lagi menggunakan TDM/ATM. EPC dibuat dan distrandarisasi oleh 3GPP pada Release 8 dan terus dikembangkan hingga saat ini (Release 10). Studi pembuatan packet core network baru untuk LTE ini disebut System Architecture Evolution (SAE) dengan fokus sebagai berikut:
- Arsitektur yang sederhana dan mendukung kecepatan transfer data yang tinggi
- Merupakan jaringan All-IP
- Mendukung jaringan akses paket apapun misalnya WiFi, WiMAX
- Mendukung mobilitas, roaming
- Dapat tetap bekerja atau saling tehubung (interworking) dengan legacy system misalnya PSTN, GSM, UMTS, CDMA dll.
- Mendukung layanan real-time dan multimedia dengan Quality of Experince (QoE) yang baik
Berbeda dengan core network pada generasi sebelumnya yaitu 2G dan 3G, pada EPC tidak dikenal pembagian CS (circuit switched) domain dan PS (packet switched) domain. Pada EPC hanya digunakan protokol berbasis paket (IP) dari perangkat pengguna ke eNodeB, sebutan base station pada LTE, lalu ke EPC dan ke service domain atau application domain dalam hal ini biasanya adalah IMS (IP Multimedia Subsystem).
Penggunakan IP ini sesuai dengan perkembangan konvergensi teknologi telekomunikasi atau arsitektur next generation network (NGN) yang telah dirumuskan oleh organisasi-organisasi telekomunikasi dunia, seperti ETSI/TISPAN, 3GPP, 3GPP2, ITU.
Berikut gambar EPC yang meperlihatkan konektifitas dengan akses radio 2G, 3G, Internet, PSTN dan PLMN.
Elemen dari EPC terdiri dari:
- Mobility Management Entity (MME)
- Serving Gateway (SGW)
- Packet Data Network (PDN) Gateway (PGW)
- Policy & Charging Rule Function (PCRF)
Thursday, April 01, 2010
Kemana arah evolusi jaringan operator telekomunikasi Indonesia?
Menurut saya, evolusi arsitektur jaringan dari operator telekomunikasi bergerak terutama GSM sudah sangat jelas yaitu mengikuti standard dari 3GPP. Standard tersebut sudah mengantisipasi global market trend.
Tiga pilar pengembangan (enhancement) yang terefleksikan dalam standar yang dibuat 3GPP
adalah
Jadi jika dilihat dari domain core network dan service layer, apa yang harus diadopsi oleh operator telekomunikasi bergerak saat ini sesuai dengan standar 3GPP adalah menambahkan arsitektur IMS (Standar 3GPP Release 5).
Saya sendiri termasuk yang skeptik akan keuntungan implementasi IMS dalam waktu dekat. IMS yang sudah mulai dikembangkan tahun 2002 dan kemudian standarnya selesai tahun 2005 pada 3GPP Release 5, saat ini sudah banyak diimplementasikan di operator-operator telekomunikasi baik mobile maupun fixed di luar negeri. Jika kita melihat di berita-berita, implementasi IMS mungkin bisa dibulang sukses, tapi saya tidak yakin implementasi itu sudah membuat suatu nilai tambah yang besar. Tidak ada layanan-layanan yang jadi booming dan menghasilkan revenue besar, bahkan layanan VoIP lewat jaringan IMS pun belum banyak digunakan saat ini.
IMS yang distandarisasi pada 3GPP Release 5 pun masih terbilang terburu-buru, sehingga terus dikembangkan sampai sekarang. Standar dianggap cukup lengkap setelah Rel-5 adalah Release 8 yang dikeluarkan pada tahun 2008 dan sering disebut Common IMS dan hingga Rel-9 dan Rel-10 spesifikasi IMS masih terus dikembangkan. Jadi mungkin adopsi IMS yang banyak dilakukan di tahun 2006 dan 2007 bisa dibilang sangat terburu-buru.
Jika kita melihat teori hype cycle-nya Gartner, saat ini kemungkinan perkembangan implementasi IMS telah mencapai "peak of inflated expectation" dan "through of disillusionment" sehingga mudah-mudahan di tahun ini IMS mulai menemukan tempatnya sehingga satu atau dua tahun kedepan bisa mulai masuk tahap "plateau of productivity" seiring dengan dorongan dari teknologi LTE.
IMS memang dibuat untuk menggantikan arsitektur jaringan saat ini yang berbasis circuit switched menjadi packet switch (berbasis protokol IP). Tapi saya kira belum saatnya investasi pada circuit switch digantikan sepenuhnya dengan packet switch, bahkan untuk 5 tahun mendatang. Investasi operator pada infrastruktur jaringan circuit switched sudah cukup besar.
Oleh karena itu jika operator telepon bergerak punya visi mengimplementasikan IMS saat ini, sejujurnya menurut saya hanya akan jadi penting sebagai strategi marketing, bahwa operator tersebut menjadi operator terdepan dalam menggunakan teknologi baru.
Tapi jika operator adalah operator yang memiliki jaringan fixed, mobile atau mungkin layanan digital TV, layanan internet xDSL, maka IMS akan sangat berperan penting untuk menuju kearah arsitektur Fixed Mobile Convergence (FMC) atau Next Generation Network (NGN). Jadi benefit yang lebih besar dari IMS akan sangat dirasakan oleh operator jenis itu.
Selain itu yang menjadi penting dari IMS, menurut saya adalah bagaimana layanan-layanan dasar yang sudah ada sekarang dapat diekspos sehingga layanan-layanan baru bisa dibuat dengan mudah dan pihak ketiga bisa berperan banyak dalam membuat layanan-layanan baru tersebut. Untuk mengekspos layanan-layanan dasar yang ada tersebut tidak harus ditempuh dengan mengimplementasikan sepenuhnya arsitektur IMS tapi bisa dengan mengimplementasikan "service broker" (OSA/Parlay).
Untuk menggunakan IMS sebagai infrastruktur pengganti layanan dasar teleponi berbasis ciscuit switched pun perlu didukung oleh jaringan akses radio yang baik dengan kecepatan minimal HSDPA. Pada saat ini cakupan akses HSDPA dari operator Indoensia pun masih terbatas dan kualitanya belum baik. Oleh karena itu implementasi IMS sekarang hanya akan menjadikan IMS sebagai service framework dan belum menjadi core network, karena layanan dasar teleponi dan layanan supplementary yang standar (MMTel) belum layak dijalankan.
Deployment IMS.
Dari segi implementasi atau deploymentnya, IMS akan tergantung pada produk vendor, artinya akan tergantung dari kondisi existing jaringan yang dimiliki operator. Ada beberapa vendor yang bisa melakukan evolusi bertahap dengan hanya upgrade software dari produk softswitch atau media gateway sehingga lebih efisien.
Oleh karena itu operator perlu melakukan riset untuk analisis bagaimana produk-produk yang sudah digunakan bisa di-upgrade menjadi jaringan IMS dan menganalisis antara evolusi yang sudah dibuat oleh standard body dengan kondisi market dan kondisi existing network. Sehingga didapatkan arah pengembangan (evolusi) yang efisien dari segi biaya dan menghasilkan keuntungan yang besar.
Selain analisis, riset juga membutuhkan proof of concept dari layanan-layanan yang akan dibangun diatas arsitektur IMS. Kita bisa ambil contoh dari implementasi layanan-layanan baru dari operator lain di luar negeri yang sudah mengimplementasikan IMS. Tapi menurut saya itu hanya akan menjadi contoh yang mungkin tidak "menjual" disini, sehingga diperlukan ide-ide layanan lain yang lebih cocok untuk market Indonesia.
Tentu saja pandangan saya diatas perlu didiskusikan lebih lanjut dan bersifat debatable. Silahkan yang mau mengkritik atau memberikan pandangan lain.
Catatan:
Saya tidak membicarakan mengenai Evolved Packet Core (EPC) atau SAE (Service Architecture Evolution) yang merupakan tren terkini dari jaringan telkomunikasi untuk teknologi LTE, karena saya kira masih terlalu dini teknologinya untuk diimplementasikan. Dan IMS merupakan bagian yang masih penting dalam EPC karena IMS merupakan jaringan yang access network agnostic artinya IMS bisa saling bekerjasama dengan EPC.
Tiga pilar pengembangan (enhancement) yang terefleksikan dalam standar yang dibuat 3GPP
adalah
- Access network
- Arsitektur core network
- Service dan atau service layer
Jadi jika dilihat dari domain core network dan service layer, apa yang harus diadopsi oleh operator telekomunikasi bergerak saat ini sesuai dengan standar 3GPP adalah menambahkan arsitektur IMS (Standar 3GPP Release 5).
Saya sendiri termasuk yang skeptik akan keuntungan implementasi IMS dalam waktu dekat. IMS yang sudah mulai dikembangkan tahun 2002 dan kemudian standarnya selesai tahun 2005 pada 3GPP Release 5, saat ini sudah banyak diimplementasikan di operator-operator telekomunikasi baik mobile maupun fixed di luar negeri. Jika kita melihat di berita-berita, implementasi IMS mungkin bisa dibulang sukses, tapi saya tidak yakin implementasi itu sudah membuat suatu nilai tambah yang besar. Tidak ada layanan-layanan yang jadi booming dan menghasilkan revenue besar, bahkan layanan VoIP lewat jaringan IMS pun belum banyak digunakan saat ini.
IMS yang distandarisasi pada 3GPP Release 5 pun masih terbilang terburu-buru, sehingga terus dikembangkan sampai sekarang. Standar dianggap cukup lengkap setelah Rel-5 adalah Release 8 yang dikeluarkan pada tahun 2008 dan sering disebut Common IMS dan hingga Rel-9 dan Rel-10 spesifikasi IMS masih terus dikembangkan. Jadi mungkin adopsi IMS yang banyak dilakukan di tahun 2006 dan 2007 bisa dibilang sangat terburu-buru.
Jika kita melihat teori hype cycle-nya Gartner, saat ini kemungkinan perkembangan implementasi IMS telah mencapai "peak of inflated expectation" dan "through of disillusionment" sehingga mudah-mudahan di tahun ini IMS mulai menemukan tempatnya sehingga satu atau dua tahun kedepan bisa mulai masuk tahap "plateau of productivity" seiring dengan dorongan dari teknologi LTE.
IMS memang dibuat untuk menggantikan arsitektur jaringan saat ini yang berbasis circuit switched menjadi packet switch (berbasis protokol IP). Tapi saya kira belum saatnya investasi pada circuit switch digantikan sepenuhnya dengan packet switch, bahkan untuk 5 tahun mendatang. Investasi operator pada infrastruktur jaringan circuit switched sudah cukup besar.
Oleh karena itu jika operator telepon bergerak punya visi mengimplementasikan IMS saat ini, sejujurnya menurut saya hanya akan jadi penting sebagai strategi marketing, bahwa operator tersebut menjadi operator terdepan dalam menggunakan teknologi baru.
Tapi jika operator adalah operator yang memiliki jaringan fixed, mobile atau mungkin layanan digital TV, layanan internet xDSL, maka IMS akan sangat berperan penting untuk menuju kearah arsitektur Fixed Mobile Convergence (FMC) atau Next Generation Network (NGN). Jadi benefit yang lebih besar dari IMS akan sangat dirasakan oleh operator jenis itu.
Selain itu yang menjadi penting dari IMS, menurut saya adalah bagaimana layanan-layanan dasar yang sudah ada sekarang dapat diekspos sehingga layanan-layanan baru bisa dibuat dengan mudah dan pihak ketiga bisa berperan banyak dalam membuat layanan-layanan baru tersebut. Untuk mengekspos layanan-layanan dasar yang ada tersebut tidak harus ditempuh dengan mengimplementasikan sepenuhnya arsitektur IMS tapi bisa dengan mengimplementasikan "service broker" (OSA/Parlay).
Untuk menggunakan IMS sebagai infrastruktur pengganti layanan dasar teleponi berbasis ciscuit switched pun perlu didukung oleh jaringan akses radio yang baik dengan kecepatan minimal HSDPA. Pada saat ini cakupan akses HSDPA dari operator Indoensia pun masih terbatas dan kualitanya belum baik. Oleh karena itu implementasi IMS sekarang hanya akan menjadikan IMS sebagai service framework dan belum menjadi core network, karena layanan dasar teleponi dan layanan supplementary yang standar (MMTel) belum layak dijalankan.
Deployment IMS.
Dari segi implementasi atau deploymentnya, IMS akan tergantung pada produk vendor, artinya akan tergantung dari kondisi existing jaringan yang dimiliki operator. Ada beberapa vendor yang bisa melakukan evolusi bertahap dengan hanya upgrade software dari produk softswitch atau media gateway sehingga lebih efisien.
Oleh karena itu operator perlu melakukan riset untuk analisis bagaimana produk-produk yang sudah digunakan bisa di-upgrade menjadi jaringan IMS dan menganalisis antara evolusi yang sudah dibuat oleh standard body dengan kondisi market dan kondisi existing network. Sehingga didapatkan arah pengembangan (evolusi) yang efisien dari segi biaya dan menghasilkan keuntungan yang besar.
Selain analisis, riset juga membutuhkan proof of concept dari layanan-layanan yang akan dibangun diatas arsitektur IMS. Kita bisa ambil contoh dari implementasi layanan-layanan baru dari operator lain di luar negeri yang sudah mengimplementasikan IMS. Tapi menurut saya itu hanya akan menjadi contoh yang mungkin tidak "menjual" disini, sehingga diperlukan ide-ide layanan lain yang lebih cocok untuk market Indonesia.
Tentu saja pandangan saya diatas perlu didiskusikan lebih lanjut dan bersifat debatable. Silahkan yang mau mengkritik atau memberikan pandangan lain.
Catatan:
Saya tidak membicarakan mengenai Evolved Packet Core (EPC) atau SAE (Service Architecture Evolution) yang merupakan tren terkini dari jaringan telkomunikasi untuk teknologi LTE, karena saya kira masih terlalu dini teknologinya untuk diimplementasikan. Dan IMS merupakan bagian yang masih penting dalam EPC karena IMS merupakan jaringan yang access network agnostic artinya IMS bisa saling bekerjasama dengan EPC.
Subscribe to:
Posts (Atom)