- Software yang masih memiliki banyak bug karena kurang intensifnya internal test.
- Tim UAT dari client hanya terdiri dari 4 orang dan yang benar-benar terlibat hanya sastu orang.
- Tester hanya satu orang dan merupakan orang baru (orang yang tidak mengerti betul requirement)
- Tidak ada kontrol yang ketat dari project owner terhadap tester.
- Tim UAT dari vendor juga hanya satu orang, yang pekerjaannya adalah mengenalkan software, membantu testing secara teknis dan bug fixing.
- Tidak ada test scenario, yang ada adalah list modul yang akan ditest.
- Tidak menggunakan tools untuk test, sehingga retesting memakan waktu yang tidak sedikit.
- Test dilakukan di tempat client dengan keterbatasan evirontment seperti, tidak tersambungnya komputer development dengan test server.
- Repository berada di tempat saya bekerja (vendor) sementara development fase kedua yang masih berlangsung ketika UAT fase pertama dapat mengakibatkan perubahan dari code yang dihasilkan dari fase pertama.
- Birokrasi yang lama di tempat client seperti saat meminta account email untuk test.
Hasil keseluruan: UAT selesai dengan sukses.
Bagaimana bisa? Bisa, kuncinya adalah:
- Close relationship dengan client. Beri impresi bahwa kita selalu working on improvement.
- Selalu cepat untuk fixing bug atau solve issues.
- Jangan tekan client karena keterbatasan-keterbatasan atau problem internal yang mereka hadapi, selama mereka tidak menekan kita.
- Berikan pengertian, bahwa kendala/masalah tidak hanya datang dari vendor tapi juga dari client. Sehingga mereka tidak selalu menyalahkan kita. (Intinya sih cari alasan yang tepat deh)
- Jangan memberikan ide-ide baru untuk testing, biarkan apa yang mereka mau test tapi jangan tambah degan item yang seharusnya mereka test.
- Fokus pada fungsi utama, jika ada bug dan tidak menghalangi test berikutnya, lanjutkan test berikutnya.
- Restest semua fungsi (secara cepat) saat akhir UAT.
Catatan, sukses disini berarti client happy (paling tidak, mereka tidak kecewa) dan kita sebagai vendor juga akhirnya happy :-)